Tolak Raqan Penyiaran Puluhan Radio di Aceh Berhenti Siaran, Ini Pernyataan Sikap Lembaga Penyiaran Radio Aceh
Studio radio (Dok iStoke) |
Banda Aceh |
Acehcorner.com - Puluhan radio swasta di Aceh menyatakan akan berhenti
mengudara pada Kamis (9/11/2023) sebagai bentuk protes terhadap Rancangan Qanun
Penyiaran Aceh yang dianggap memberatkan lembaga penyiaran.
CEO Antero FM Banda Aceh, Uzair, mengatakan saat ini
sebanyak 29 radio di seluruh Aceh telah menyatakan akan melakukan protes dengan
berhenti mengudara untuk sehari sebagai bentuk penolakan dan jumlah radio ini
memungkinkan akan bertambah.
Kamis hari ini akan dilakukan Rapat Dengar Pendapat Umum
Dewan Perwakilan Rakyat Aceh terkait rancangan Qanun Penyiaran Aceh, “dimana
Pasal 16 sampai 18 dari peraturan daerah ini kami anggap sangat memberatkan dan
tidak ada urgensinya,” ujarnya saat dikonfirmasi Rabu (8/11/2023).
Menurutnya pasal-pasal tersebut sudah tercantum dalam UU
Penyiaran. Sementara kewajiban untuk memproduksi konten Program Siaran Aceh
berupa pendidikan, budaya, berita, mitigasi bencana dan lain-lain yang diatur
dalam Pasal 16 ayat 2 dalam rancangan Qanun Penyiaran Aceh sudah dilakukan.
Di lain pihak kajian daftar inventaris masalah belum cukup
komprehensif dilakukan. “Nah jika ada kajian yang menemukan urgensi baru
dibutuhkan qanun. Tapi itu kita juga lihat dalam pasal dimana sejumlah
kewajiban produksi yang belum jelas anggaran siapa yang tanggung sedangkan
kondisi radio saat ini dalam kondisi sulit untuk membiayai produksi,” paparnya.
Uzair juga menyoroti pasal 26 pendanaan untuk KPIA yang akan
menjadi beban APBA, “banyak prioritas lain yang membutuhkan anggaran daerah,”
tandasnya.
Lembaga penyiaran radio di Aceh yang menolak Raqan Penyiaran
Aceh ini akan melakukan langkah advokasi secara hukum. Penasehat hukum dari
Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Safaruddin SH telah menyatakan kesediaannya
untuk memberikan pendampingan.
Qanun yang merupakan peraturan daerah di Aceh didasarkan
pada kekhususan dalam UUPA (Undang-undang Pemerintah Aceh). Dalam pasal 153
UUPA disebutkan pemerintah Aceh memiliki hak untuk mengatur pers dan penyiaran
yang islami.
Hal ini menjadi kontroversi dan mendapat sorotan banyak
pihak. Menurut Safaruddin jika rancangan Qanun Penyiaran Aceh ini dikaitkan
dengan pasal tersebut tidak ada korelasinya.
Pernyataan Sikap
Lembaga Penyiaran Radio Aceh
Lembaga Penyiaran Radio di Aceh menyoroti beberapa pasal
dalam Rancangan Qanun Penyiaran Aceh yang dinilai berpotensi membunuh
kelangsungan hidup industri penyiaran khususnya radio di Aceh.
Sejumlah ketentuan dalam pasal-pasal tersebut dianggap
merugikan lembaga penyiaran radio di Aceh dan disusun tanpa pertimbangan yang
matang.
Beberapa pasal yang menjadi sorotan, antara lain, Pasal
16-18 terkait durasi, produksi dan tidak jelasnya sumber biaya produksi.
Sementara pada Pasal 26 dialokasikan pendanaan yang bersumber dari APBN untuk
mendukung penyelenggaraan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Aceh. Jika
persentase konten yang diharuskan tidak sesuai, pada Pasal 30 tercantum sanksi
yang berat bagi lembaga penyiaran yang melanggar. Pasal-pasal tersebut perlu
ditinjau ulang karena butir-butir yang ada dalam pasal-pasal tersebut
diputuskan tanpa kajian yang komprehensif.
Sehubungan dengan hal tersebut, lembaga penyiaran radio
menyampaikan sikap penolakan atas Rancangan Qanun Penyiaran Aceh dengan alasan
sebagai berikut:
Tidak dilakukan kajian yang komprehensif terhadap Daftar
Inventaris Masalah (DIM) yang selama ini dialami oleh lembaga penyiaran
khususnya radio.
Tidak dilakukan kajian yang lengkap terhadap tanggapan
masyarakat atas konten siaran selama ini dari lembaga penyiaran khususnya
radio.
Banyak hal sudah diatur dalam UU Penyiaran dan SPS/P3
termasuk UU lainnya yang terkait, seperti UU Periklanan, UU Telekomunikasi, dan
UU Pokok Pers.
Sejumlah kewajiban sebagaimana tercantum dalam Pasal 16-18
tidak disertai dengan hak berupa sumber anggaran untuk biaya produksi atas
kewajiban tersebut.
Dalam Pasal 26 anggaran untuk KPIA dibebankan pada APBA
sementara KPIA merupakan lembaga negara yang mestinya anggarannya bersumber
dari APBN.
Produksi program sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 16
sudah dilakukan di hampir semua lembaga penyiaran khususnya radio.
Rancangan Qanun Penyiaran Aceh yang dianggap kontroversial
dan melemahkan fungsi lembaga penyiaran radio di Aceh tersebut merupakan usul
inisiatif Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh. (Ril)
0 Komentar