Lawan Pelemahan KPK, AJI Lhokseumawe Gelar Nobar KPK 'The End Game’
Suasana nonton bareng film dokumenter The End Game. (Dok AJI Lhokseumawe) |
Selain para anggota AJI Kota Lhokseumawe, nobar film tersebut juga dihadiri Rektor IAIN Lhokseumawe Dr. Danial bersama Dekan Fakultas Syariah Muhammad Syahrial Razali Ibrahim, Ph.D., Rektor Unimal Dr. Herman Fithra diwakili Pembantu Rektor IV Dr. Azhari, Ketua DPRK Lhokseumawe Ismail diwakili Ketua Komisi I Faisal, Sekretaris Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Utara Muzakkir Fuad, Ketua Umum dan Ketua Harian Persatuan Wartawan Aceh (PWA) Maimun Asnawi dan Armia, Pj. Kepala Desa Lancang Garam Irfan Nurdin dan Sekretaris Tuha Peut Muzakkir Ibrahim, para aktivis mahasiswa, perwakilan Lembaga Pers Mahasiswa, dan undangan lainnya.
Peserta nobar mengikuti protokol kesehatan Covid-19, yakni memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan atau menggunakan hand sanitizer. Hampir semua undangan menonton film tersebut sampai selesai sambil menyeruput kopi, menikmati kacang dan jagung rebus yang disediakan panitia.
Film karya Watchdoc Documentary Maker itu menampilkan cerita 16 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat Aparatur Sipil Negara (ASN). Mereka memberikan kesaksian bahwa TWK diskriminatif. Selain kesaksian tentang dugaan penyingkiran sejumlah penyidik KPK yang menangani kasus korupsi besar melalui jalur TWK, film tersebut juga menyajikan latar belakang kehidupan beberapa pegawai lembaga antirasuah itu.
Ketua AJI Kota Lhokseumawe Irmansyah mengatakan film the EndGame penting disaksikan semua lapisan masyarakat, sehingga pihaknya turut memfasilitasi nobar dengan mengundang berbagai kalangan. Namun, jumlah undangan dibatasi maksimal 60 orang lantaran masih dalam kondisi pandemi Covid-19.
“Dengan menonton film dokumenter tersebut, kita berharap dapat terus mengobarkan dan merawat semangat antikorupsi. Tentunya juga menolak segala upaya pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi yang terjadi di masa awal lahirnya KPK hingga saat ini,” ujar Irmansyah didampingi Sekretaris AJI Kota Lhokseumawe, Jafaruddin.
Baca juga: Irmansyah - Jafaruddin Terpilih Sebagai Ketua dan Sekjen AJI Lhokseumawe
Usai nobar, panitia meminta tiga undangan memberikan testimoni terkait film the EndGame tersebut.
Antropolog Unimal Teuku Kemal Fasya mengatakan film ini menceritakan sejarah lahirnya KPK. “Film ini juga memberi gambaran yang semakin jelas tentang apa yang terjadi dengan bangsa ini. Jadi, problem terbesar yang kita hadapi yaitu masalah korupsi itu juga terjadi di tempat kita sendiri, dan juga tentang perilaku orang-orang di sekitar kita,” tuturnya.
“Film ini seperti membuat semacam pola kesaksian bahwa kita memang harus melakukan pembelaan, dan Dandhy (Dandhy Dwi Laksono, salah satu pendiri Watchdoc Documentary Maker) sudah menunjukkan bahwa pembelaan itu karena KPK tentu sudah lepas dari urusan pro Jokowi ataupun pro yang lain. Film ini membuka mata kita secara jelas, seharusnya menjadi endless game (permainan tak berujung) atas perjuangan KPK. Mari kita beri applause untuk sebuah film yang bagus ini,” tambah Kemal Fasya.
Sementara itu, Ketua Pengurus Cabang Nahdhatul Ulama (NU) Kota Lhokseumawe Tgk. M. Rizwan Haji Ali, mengatakan dengan menonton film the EndGame, publik mendapatkan gambaran bagaimana tersanderanya KPK saat ini dalam politik yang berkembang.
“Mudah-mudahan Indonesia menjadi lebih baik, dan lekas sembuh dari situasi yang kita hadapi saat ini. KPK menjadi lebih kuat, dan tokohnya lebih baik di masa mendatang,” ucap Tgk. M. Rizwan Haji Ali
Aktivis antikorupsi Muslem Hamidi menilai film the EndGame salah satu wujud keresahan publik melihat kondisi terkait isu pemberantasan korupsi. Menurut Muslem, film dokumenter tersebut sudah dikemas dengan baik, sehingga mampu menampakkan kepada publik bahwa peristiwa selama ini yang terjadi dalam perjuangan pemberantasan korupsi sangat tidak mudah.
“Berbagai macam hambatan yang dialami beberapa pegawai KPK hingga hari ini mereka disingkirkan oleh beberapa pihak yang sejak dulu secara masif berupaya melemahkan institusi KPK,” ujar Koordinator LSM Gerakan Keadilan dan Transparansi (GerTaK) itu.
Muslem menyebut produksi film seperti itu sebagai jalur informasi penyeimbang, sehingga Presiden bisa menerima masukan publik dan memahami bagaimana situasi sebenarnya. “Karena pemberantasan korupsi itu tujuan yang sangat mulia, untuk mewujudkan kesejahteraan bagi segenap kehidupan bangsa Indonesia. Ini harus dipegang teguh oleh Presiden, karena tidak ada satu bangsa di dunia ini yang akan maju dan sejahtera apabila angka kejahatan masih tinggi, dan korupsi adalah kejahatan luar biasa,” tuturnya.
“Dengan film dokumenter ini kita dapat mengetahui, apakah KPK saat ini masih sejalan dengan semangat perjuangan antikorupsi atau tidak. Meskipun sebenarnya merasa pesimis, namun kita harus tetap optimis bahwa pemberantasan korupsi bisa dilakukan bersama, tidak hanya berharap pada satu institusi seperti KPK. Semangat itu harus tertanam di dalam diri kita,” tambah Muslem.
“Ketika KPK itu dilemahkan, kita harus perjuangkan agar dikuatkan kembali. Di satu sisi ada yang melemahkan KPK, disitulah peran masyarakat untuk menguatkan KPK, sehingga kita tidak pesimis dalam pemberantasan korupsi ke depan,” pungkas mantan Ketua BEM Unimal ini.[](rilis)
0 Komentar